HITAM PUTIH

HITAM PUTIH

Rabu, 27 Oktober 2010

BERNEGOSIASI

NEGOSIASI
 Definisi: Proses tawar menawar antara para Pihak untuk mencapai kesepakatan
 Survey: hanya 36 % dari responden menjawab Sering dan Kadang-kadang melakukan Negosiasi.
NEGOSIASI
 Realita Kehidupan adalah Negosiasi
 Sudut Pandang (angle) yang terpenting dalam bernegosiasi adalah Memperlakukan para Pihak
sebagai Mitra, bukan Lawan
Negosiasi adalah PROSES
 Negosiasi adalah PROSES. Bukan A One Time Transaction

PRINSIP NEGOSIASI
 Networking.
PRINSIP NEGOSIASI
 Hal ini disebabkan karena dalam relasi terdapat 4 (empat) pilihan, antara lain :
 Menghindar
 Terbuka responsif
 Asertif persuasif
 Agresif konfrontatif.
 Dalam negosiasi sendiri diperlukan upaya agar relasi yang ada tidak melenceng atau keluar dari terbuka responsif dan asertif persuasif.
MENGHINDAR
 Menghindar: terima secara normal; jgn serius. Cari kesempatan utk meeting lagi
TERBUKA RESPONSIF
 Jika keluar dari terbuka responsif maka relasi tidak akan pernah bisa dibangun, karena masing-masing pihak akan saling menghindar sehingga substansinya tidak pernah tersentuh
TERBUKA RESPONSIF
 Jika keluar dari terbuka responsif maka relasi tidak akan pernah bisa dibangun, karena masing-masing pihak akan saling menghindar sehingga substansinya tidak pernah tersentuh
KONFRONTASI
 jika keluar dari asertif persuasif maka relasi juga tidak bisa terbangun karena akan terjadi konfrontasi atau pertikaian dari masing-masing pihak.
STRUKTUR PRINSIP NEGOSIASI
 Tanpa dibentuk struktur yang disepakati bersama negosiasi tidak akan berjalan, karena masing-masing pihak akan berusaha melakukan tindakan sesuai dengan keinginannya.
PRINSIP NEGOSIASI
 Struktur negosiasi akan menentukan strategi, dengan adanya struktur yang jelas maka akan lebih jelas strategi.
 Struktur bisa dibentuk dengan memperhatikan pola-pola relasi atau kekuasan yang sudah ada
PRINSIP NEGOSIASI
 Sumber kekuasaan dalam negosiasi adalah kontrol terhadap proses. Untuk tujuan akan bisa diperoleh negosiator mampu mempengaruhi jalannya proses.
 Proses bisa diarahkan dengan cara memperkuat relasi dan pengaruh dalam semua tahap negosiasi.
 Negosiator adalah pembelajar. mau memperhatikan, mempelajari, dan memahami keadaan serta perubahan yang terjadi di sekelilingnya
 Negosiator adalah peminpin. haruslah mampu memimpin dengan baik.Karena tingkat kepemimpinan akan juga berpengaruh kepada derajat kepercayaan orang lainnya.


kemampuan bernegosiasi mutlak dimiliki oleh setiap individu, termasuk bagi para eksekutif HR (Human Resource). Negosiasi yang baik adalah menghasilkan kesepakatan yang sama-sama bermanfaat bagi kedua belah pihak. Untuk sukses dalam melakukan negosiasi, Anda harus melakukan sejumlah langkah persiapan. Berikuut adalah 9 langkah persiapan sebelum memulai proses negosiasi – dengan karyawan, bos, rekan kerja, pemasok, konsultan, rekan bisnis, dan sebagainya.
1. Definisikan terlebih dahulu hasil yang ingin Anda dan pihak lawan peroleh
Jangan pernah mulai melakukan negosiasi tanpa pertama kali menanyakan kepada diri Anda, “Apa hasil yang bagus buat diri saya? Apa yang saya butuhkan, dan bagaimana saya memprioritaskannya?” Cobalah mengajukan pertanyaan yang sama terhadap perspektif pihak lawan.
Tanpa memahami kepentingan diri Anda dan pihak lain, Anda tidak bisa menentukan hasil negosiasi yang baik bagi diri Anda ataupun pihak lain. Kesulitan bisa saja terjadi. Untuk mengetahui hasil yang diinginkan pihak lain tersebut, terutama jika orang itu menyemburiyikannya. Dialog selama proses negosiasi seringkali bisa mengungkap kepentingan kedua belah pihak, kendatipun tidak selalu – khususnya dalam negosiasi win-lose (distributive deal). Bilamana Anda tetap saja kesulitan mengetahui kepentingan pihak lain, gunakan setiap peluang komunikasi untuk “mengira-ngira”-nya.
2. Identifikasi peluang penciptaan nilai potensial
Dalam proses negos.asi, ada konsep yang disebut dengan BATNA (best alternative to a negotiated agreement) alias alternative terbaik dari kesepakatan negosiasi. Konsep ini dikembangkan oleh roger Fisher dan William Ury, yang merujuk pada tindakan yang harus diambil jika negosiasi gagal mencapai kesepakatan.
Sekali memahami apa hasil yang diinginkan dari proses negosiasi, maka Anda bisa mengidentifikasi wilayah kesepakatan, peluang untuk berkompromi dan cara-cara untuk membuat pertukaran terbaik. Sebagai contoh, jika Anda bernegosiasi tentang jam kerja seorang karyawan –sebut saja Stella- yang menginginkan keseimbangan waktu kerja dengan kehidupan keluarga, maka sebagai orang HR Anda harus mempersiapkan diri dengan alternatif yang memungkinkan kedua belah pihak – kalau tidak seluruhnya – tujuan mereka.
3. Identifikasi kemungkinan akibat gagalnya negosiasi dan harga yang mungkin untuk dibayar
Untuk mempersiapkan diri bernegosiasi, Anda harus menentukan alternatif terbaik jika terjadi kegagalan (BATNA) – baik alternatif dari sisi Anda maupun pihak lain. Dengan memahami seluruh pilihan alternatif itu, maka persiapan negosiasi bisa difokuskan pada hal itu.
4. Meningkatkan kualitas alternatif tersebut.
Setiap upaya untuk meningkatkan kualitas alternatif terbaik dalam setiap negosiasi akan menaikkan posisi tawar Anda. Dalam kasus Stella di atas, Anda bisa meningkatkan alternatif terbaik tersebut dengan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Stella. Caranya? Anda bisa mengidentifikasi orang lain yang mau menggantikan posisinya bila yang bersangkutan terlalu sulit diajak berunding. Posisi tawar terkuat dari Stella adalah perannya yang penting untuk memuluskan gerak kerja unit tersebut. Sekali dia bisa digantikan, maka kekuatan itu akan kehilangan tenaga.
5. Antisipasi isu-isu terkait dengan otoritas.
Dalam negosiasi, harus benar-benar diyakinkan bahwa mitra Anda dalam bernegosiasi memiliki otoritas penuh untuk membuat sebuah kesepakatan. Sebagai profesional HR, barangkali Anda harus berhadapan dengan sejumlah situasi negosiasi di mana sulit sekali memastikan apakah kita sedang berhadapan dengan pengambil keputusan sesungguhnya atau tidak. Sebagai contoh, Anda bertugas untuk menjamin kontrak dengan sebuah perusahaan besar yang menyediakan manajemen manfaat (benefit) atau jasa training, orang yang dikirim perusahaan untuk berbicara dengan Anda mungkin bukan pengambil keputusan final.
Dalam kasus seperti ini, usahakan untuk mengetahui siapa sebenamya pengambil keputusan sebenarnya. Jangan ragu untuk menanyakan, “Siapa yang mengambil keputusan akhir!” Bilamana orang dimaksud selama ini tidak aktif berpartisipasi dalam negosiasi, usulkan agar orang tersebut ikut dalam negosiasi dengan cara yang sopan. Kalau orang tersebut ikut dalam diskusi, pastikan bahwa ia terlibat penuh. Ini sangat berguna untuk menghilangkan kesalahpamahaman dan menghemat waktu.
Juga, cobalah ketahui bagaimana pihak yang satu mengarnbil keputusan. Apakah keputusan dibuat individu, sebuah tim, atau komite? Apakah keputusan harus disebarluaskan terlebih dahulu ke dalam organisasi untuk satu atau dua minggu? Jangan pernah malu bertanya secara tegas, “Seperti apakah proses pengambilan keputusan biasanya dilakukan untuk hal semacam ini?”
Pada praktiknya, Anda tidak mungkin selalu bisa bernegosiasi dengan individu (atau komite) yang memiliki otoritas final. Bahkan, negosiasi yang dilakukan Presiden sekalipun – yang sering dianggap orang paling kuat sekalipun – harus memperoleh persetujuan dari DPR. Dalam kasus semacam ini, pahami posisi tawar negosiator dengan segala konstelasinya. Bisa saja individu negosiator bebas mendiskusikan kepentingan perusahaannya dan mengeksplorasikan opsi kreatif.
6. Pelajari apa saja yang bisa tentang pihak lain.
Negosiasi merupakan aktivitas antar individu. Para negosiator tangguh akan selalu berusaha mempelajari apa saja tentang pihak lain. Siapa sebenarnya orang itu? Apakah dia negosiator berpengalaman atau pemula? Apakah mereka tergolong agresif atau seorang yang tidak mau berkonflik? Apakah kultur organisasi mereka tergolong birokratik atau sangat lincah? Apakah ia memiliki otoritas untuk mencapai kesepakatan, ataukah dia harus melapor dulu kepada bosnya untuk menunggu instruksi dan persetujuan? Dan, yang paling penting, apa yang ingin dicapai dari negosiasi ini dan berapa penting negosiasi terhadap bisnis mereka?
Bila Anda bernegosiasi dengan individu perorangan – pencari kerja, karyawan, eksekutif perusahaan, bos Anda, atau seorang konsultan – langkah persiapan semacam ini juga perlu Anda lakukan. Untuk menempatkan posisi Anda sangat kuat dalam negosiasi, Anda tetap perlu mengantisipasi kepentingan, tujuan, perhatian, dan harapan pihak lain. Isu ini sama pentingnya dengan iso soal otoritas di atas. Semakin tahu Anda tentang orang itu, semakin baik kemampuan Anda mewujudkan kesepakatan yang memenuhi harapan kedua belah pihak.
7. Membangun fleksibilitas ke dalam proses.
Layaknya banyak bagian dari kehidupan, negosiasi tidak selalu berlangsung sesuai perkiraan atau mengikuti garis linear. Kadangkala hubungan yang dibangun menjadi rusak. Perkembangan yang tidak bisa diantisipasi bisa menyebabkan satu pihak menarik diri atau membekukan pembicaraan. Temuan terhadap peluang baru bisa mendorong pihak lain untuk bersikap lebih keras dalam negosiasi. Perkembangan semacam itu bermakna, kedua pihak harus mempersiapkan diri untuk terus maju tanpa adanya peta jalan yang jelas. Mereka harus melatih diri bersabar, karena banyak negosiasi baru rampung setelah rangkaian proses maju-mundur.
Pada akhirnya negosiasi adalah proses yang menguntungkan kedua belah pihak (win win sollution)
Walaupun berbeda keuntungan yang didapat oleh masing – masing pihak.

Referensi
http://pudjoproperty.blogspot.com/2010/02/persiapan-proses-negosiasi.html

Selasa, 12 Oktober 2010

how to resolve conflict - bagaimana memecahkan konflik???

Kekerasan atau bentrokan timbul akibat konflik, bahkan sampai berjatuhan korban jiwa. Sebenarnya apa sih penyebabnya? Begitu luar biasanya konflik dapat menyebabkan semua itu, untuk lebih jelasnya apa pengertian konflik, penyebab konflik, bagaimana cara menyelesaikan konflik mari kita sharing bersama-sama.  

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.





Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)


Faktor penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

 


Contoh konflik

Pernah mendengar konflik perebutan lahan parkir ? hal ini kerap terjadi karena perputaran uang pada lahan parkir tersebut dapat mencapai hingga jutaan rupiah, wuih.. siapa yang tidak tergiur. Konflik ini kerap melibatkan para preman-preman bahkan sampai berjatuhan korban jiwa. Konflik meluap dikarenakan perebutan daerah kekuasaan yang membesar sampai konflik antar RAS, organisasi hingga kelompok-kelompok masyarakat sekitar.


Cara-cara Pemecahan konflik
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.

         Semua orang pasti pernah berhadapan dengan konflik,mulai dari yang paling kecil sampai yang super duper dasyat!! Cotoh kecil yang saya  alami dalam kehidupan sehari-hari,adik perempuan saya kecanduan dengan sinema elektronik a.k.a sinetron. Pada jam primetime mulai dari pukul 18.00 WIB sampai 22.00 smua stasiun televisi menayangkan berbagai sinetron andalanya,mulai dari cinta fitri,cinta smu sampai cinta cinta lainnya.
Saya termasuk salah seorang pemuda yang suka olah raga,kebetulan pada pukul 18.30 WIB ada pertandingan sepak bola. Nah! Pada saat inilah terjadi perseteruan antara saya dan adik saya,dikarenakan televisi dirumah hanya semata wayang kami pun bertengkar untuk dapat menyaksikan acara kesukaan kami masing-masing.
Semakin lama konflik semakin meluas yang menyebabkan masalah ini terdengar sampai telinga ibu saya,untuk meredakan konflik ini ibu saya mencoba mencari alternatif agar mendapatkan win win sollution bagi kedua belah pihak. Telah ditetapkan aturan mainnya, setiap commercial break pergantian channel televisi dimulai.
Adik saya mendapatkan kesempatan pertama untuk menyaksikan sinetron kesayangannya, saya mencoba bersabar untuk menunggu giliran saya menyaksikan pertandingan sepak bola. Tak lama berselang saat yang ditunggu-tunggu tiba tenet tenet!!!! Iklan sejenak bagi pecinta sinetron, lalu saya bergegas mengganti channel televisi.
Pertandingan persahabatan internasional antara TIMNAS INDONESIA vs URUGUAY merupakan pertandingan yang dinantikan beberapa masyarakat Indonesia yang tergila-gila sepak bola. Tetapi disaat pertandingan sedang berlangsung seru-serunya adik saya berteriak. Ahhh uda dong gantian!! Saya spontan menjawab, lho.. kan belum iklan?? Nanti gantinya kalo udah iklan (klo pertandingan sepak bola iklannya kan klo lagi pergantian babak aja.. hehe) kesal dengan pernyataan saya, adik saya kembali mengadukan permasalannya kepada ketua KOMPERSI (komisi perlindungan sinetron), ibu saya kembali mendamaikan kedua buah hatinya.
Karena merasa ketentraman rumah mulai terusik ibu saya menyarankan saya untuk mengalah. Satu pertanyaan sederhana dari saya, kenapa yang lebih tua harus mengalah?? Berhubung saya tergolong manusia yang adil dan beradab saya memilih untuk menghindari konflik.
Saran yang paling masuk akal dari ibu saya ‘kalo mau nonton bola di kelurahan aja, kan lebih seru! Serasa nonton di stadion.. ‘ tapi jarak dari rumah saya ke kelurahan lumayan jauh, jadi lebih baik saya nonton dirumah teman saya saja (lagi pula siapa yang mau nonton sepak bola di kelurahan).
Ini dia conflict solving versi saya, lebih baik mengalah karena ada pepatah mengatakan kalo batu bertabrakan dengan batu maka akan hancur. Mengalah bukan berarti kalah lho, kita harus cermat dalam menyikapi masalah kalau masalah perebutan televisi kan gak banget apalagi masalah perebutan lahan parkir sampai memakan korban jiwa. So bad!! Perlu kesabaran dalam menyelesaikan konflik dan jangan sampai ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan, pokoknya cari jalan keluar yang sama-sama mengguntungkan.
Referensi

Jumat, 08 Oktober 2010

kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.


Negara demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.
Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sedangkan, Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat (individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan.Dalam Demokrasi juga diperlukan partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan andil dalam sistem pemerintahan.Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini, sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan langkah kebijakan suatu Negara.
pers merupakan  pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga harus bebas dari kapitalisme dan  politik. pers yang tidak sekedar mendukung kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar.
kemungkinan kebebasan lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan politik tersebut, mendorong semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen journalism untuk menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh warga masyarakat bukan jurnalis profesional. aktivitas jurnalisme yang dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan penyampaian pendapat rakyat inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari pers merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.
Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi  sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di satu sisi ada  citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi pembauran, atau malah keterputusan hubungan. Ironisnya yang terjadi sekarang justru terputusnya hubungan antara citra dan realitas demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah simulakrum demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra ia telah mengalami deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan sistematis oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini publik.
Proses demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.


Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut paham demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama disebabkan oleh keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.
Keberadaan radio komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan permasalahan penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan media massa umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan peran pentingnya di tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi juga dalam peran sebagai kontrol sosial dan menjalankan empat fungsi pers lainnya.

Posisi Media Dalam Bingkai Good Governance

Secara umum, yang dimaksud dengan good governance adalah tata pemerintahan yang baik, yang mensyaratkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Di dalam konteks ini, negara (baca: pemerintah) menempatkan diri sebagai posisi kunci namun tidak mendominasi, yang hanya berkapasitas mengkordinasi aktor-aktor pada institusi semi dan non-pemerintah. Sedangkan media massa (baca: media) sebagai salah satu aktor tersebut menjadi penting jika diposisikan sebagai salah satu pendorong terwujudnya good governance tersebut. Media sebagai salah satu sumber informasi publik diharapkan bisa menjadi alat untuk mendorong berjalannya ketiga prinsip good governance ini. Harus diakui, melalui media lah , serangkaian peristiwa, opini, dan realitas dapat disajikan dalam bentuk informasi kepada masyarakat.
Dengan menyajikan berita-berita aktual dari berbagai isu yang berkaitan dengan praktek-praktek korupsi, hukum, politik dan seterusnya, menunjukkan bahwa sesungguhnya media memiliki kontribusi yang esensial dalam mendukung proses pembangunan demokrasi. Terlebih, saat ini kita sedang berada dalam masa transisi demokrasi yang salah satu jalannya melalui pembaruan tata pemerintahan. Karenanya, inilah saat yang tepat bagi media massa untuk mendukung proses pembaruan tata pemerintahan yang baik melalui berita-berita informatif, cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.
Dalam konteks kekinian, peran media massa dituntut untuk mampu mengangkat berbagai berita korupsi di berbagai level pemerintahan secara objektif. Terlebih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menyatakan bahwa saat ini korupsi adalah musuh terbesar Indonesia selain terorisme. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan bagi media untuk tidak mendukung pemberantasan korupsi di tanah air melalui pengungkapan dan liputan kasus-kasus korupsi.
Misalnya untuk peliputan kasus korupsi, peran media sangat relevan dengan apa yang tertuang dalam Undang-undang Pers 40/1999. Dalam pasal 6 Undang-undang ini disebutkan bahwa media harus bisa menjalankan fungsi kontrol perilaku, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang menjadi keprihatinan publik. Maka, sesuai dengan amanah UU Pers, korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya sudah seharusnya menjadi bidikan media massa.
Di sisi lain, media juga dituntut memberikan pemberitaan yang akurat, independen, dan kritis. Tiga unsur pemberitaan ini sesuai dengan prinsip transparansi yang merupakan salah satu konsep good governace . Sehingga jika tiga hal ini terpenuhi, maka tidak bisa diragukan bahwa media memberikan kontribusi yang signifikan menyongsong pembaruan tata pemerintahan yang baik.
Namun sayangnya, masih banyak media yang belum sepenuhnya independen dan objektif dari kepentingan tertentu (contoh: pemiliknya). Banyak pemberitaan dalam media yang tidak objektif dan hanya menguntungkan segelintir kelompok saja. Sehingga berita yang disajikannya tidak lagi jernih. Seringkali media justru dipakai sebagai alat pembenaran atas suatu kasus tertentu. Inilah yang bisa mengakibatkan terjadinya salah pengertian dalam masyarakat pembacanya. Sebab pembaca adalah merupakan konsumen yang menikmati hasil produksi industri media secara langsung. Sedangkan media, bukan hanya bisa berperan sebagai pemberi informasi, tetapi sebaliknya media juga bisa melakukan hal-hal yang bersifat provokasi dan mempengaruhi opini pembacanya. Jika hal ini terjadi, akan menjadi batu sandungan proses demokrasi.
Lantas, apakah peran media dan masyarakat ini saja sudah cukup sebagai motor menuju pembaruan tata pemerintahan yang baik? Jawabnya adalah belum. Selain hal di atas, dibutuhkan respon yang baik dari pemerintah. Sesuai dengan prinsip transparansi, pemerintah harus memberikan akses informasi yang luas kepada media untuk mendapatkan semua informasi yang berkaitan dengan kebijakan publik. Akses yang dimaksud tentu saja bukan hanya sebatas ijin untuk meliput berbagai kegiatan dan aktivitas pemerintah. Namun lebih dari itu, pemerintah harus menjamin kebebasan pers dalam arti yang sebenarnya melalui payung hukum yang jelas.
Belajar dari beberapa kasus pencemaran nama baik yang dilayangkan kepada media, rasanya sudah seharusnya pemerintah memperhatikan dan menyimak sekali lagi serta menegakkan butir-butir yang tertera dalam UU Pers 40/1999.
Selama belum ada payung hukum yang jelas, maka kebebasan pers tidak akan terjamin. Dan selama tidak ada kebebasan pers, maka akses informasi akan banyak mengalami hambatan. Jika ini terjadi, maka cita-cita untuk menggapai pemerintahan yang baik dan demokratis tinggal angan.
Akses informasi, kebebasan pers, dan payung hukum beserta penegakannya merupakan mata rantai yang tidak boleh terputus dalam mendukung proses pembentukan good governance dan pemerintahan yang demokratis.
Ajianto NugrohoComunications/Media Asistant dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia


Pilar Demokrasi Keempat

Pers diakui sebagai pilar demokrasi keempat. Jimly As-Shiddiqie mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan pers memiliki posisi yang setara dan seimbang dengan  kekuasaan eksekutif (presiden dan menterinya), yudikatif (MA dan jajarannya) dan legislatif (DPR atau MPR).

Bahkan, Rektor Rektor Universitas Udayana Denpasar I Made Bakta menyebut pers merupakan keniscayaan di era demokrasi. “Demokrasi akan berkembang dengan baik jika pers sebagai salah satu pilar demokrasi juga berkembang dengan baik”. ungkapnya. Akan tetapi, faktanya di era demokratisasi saat ini kebebasan berekpresi melalui pers tidak selamanya mulus. Kenyataan di lapangan banyak masyarakat yang mengalami kekerasan karena “unjuk gigi” melalui pers atau media massa.

Kasus pembunuhan Udin wartawan Bernas Jogjakarta kiranya bisa membuka mata pelaku pers ternyata tidak dihargai malahan dibunuh.  Kasus aktual misalnya pemenjaraan Prita Mulyasari karena mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional melalui email internet baru-baru ini adalah salah satu contohnya.  Prita Mulyasari dihukum percobaan selama 20 hari. Pada hal, ia hanya mengeluarkan keluh kesah atau curhat pribadi kepada teman-temanya melalui email. Ini adalah salah satu contoh betapa kebebasan berekspresi justru menjadi boomerang, khususnya bagi masyarakat kecil.

Kasus lainnya bisa kita lihat misalnya, pemanggilan dua pimpinan media massa Kompas dan Seputar Indonesia karena memuat rekaman pembicaraan Anggoda Widjojo dalam kasus scenario kriminalisasi KPK (Kompas, 30 Oktober 2009). Kasus ini jelas sebuah pelecehan dan penodaan terhadap iklim kebebasan pers yang didengungkan selama ini.

Dalam hal ini menarik ungkapan Benyamin Constant (1767-1834), 'Dengan surat kabar, kadang-kadang muncul kericuhan, tapi tanpa surat kabar akan selalu muncul penindasan'.  Artinya, kekebasan pers betapapun kondisinya penting untuk membangun demokrasi. Pasalnya, pers seperti yang dikatakan Duncan McCargo (2001) setidaknya memiliki tiga peran (mode of egencies): agent of development (agen pembangunan), agent of change (agen perubahan), dan agent of restraint (fungsi watchdog; anjing penjaga).

Maka dari itu, kekebasan pers harus terus dijaga. Kebebasan pers jangan sampai dibungkam,dibredel dan diberangus. Pers harus ditegakkan setinggi-tingginya. Para pemimpin harus memiliki politicall will untuk senantiasa memberi ruang kebebasan bagi pers atau media massa dalam berkreasi dan berekpresi. Namun, kalangan pers sendiri hendaknya memiliki kontrol diri (self control) yang baik agar tidak kebablasan.

Memang, kekebasan berekpresi merupakan hak asasi yang dijamin undang-undang, akan tetapi hendaknya pelaku media tetap mengindahkan tata etika, moral dan norma-norma yang dijunjung tinggi di masyarakat.  Jangan sampai karena iklim kebebasan lantas menjadi euphoria yang kadang-kadang meresahkan masyarakat. Pers harus sesuai dengan misinya untuk memberikan pencerdasan dan pencerahan bagi masyarakat. ***


Setiap 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Momentum ini dimaksudkan untuk mengabarkan kepada publik bahwa pers adalah salah satu unsur penting dalam membangun demokrasi yang berkualitas. Di era keterbukaan ini, pers memiliki posisi yang strategis untuk meneguhkan masyarakat sipil (civil society) yang berkeadilan dan berkeadaban.

UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pasal 2 dijelaskan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat. Artinya, pers merupakan institusi penting untuk mengawal demokrasi. Demokrasi yang berkualitas ditopang dengan adanya jaminan kebebasan pers. Kebebasan pers yang dimaksud bukan kebebasan tanpa aturan. Akan tetapi, pers yang menjunjung tinggi etika dan berlandaskan hati nurani atau rasa keadilan masyarakat.

Namun, sejarah mencatat, pers atau media massa tidak selamanya mendapatkan ruang kebebasan. Pers justru mengalami pembredelan atau pembrangusan. Di Era orde baru sejumlah pers atau media massa dibungkam,dibredel, dan dilarang terbit oleh penguasa.  Tepatnya pada 15 Januari 1974, karena kritikannya yang tajam kepada pemerintah, sejumlah pers dibredel semisal Harian Indonesia Raya, Harian Nusantara, Harian KAMI, Abadi, The Jakarta Times, Pedoman, Mingguan Wenang, Pemuda Indonesia, serta Mingguan Berita Ekpress, yang semuanya terbit di Jakarta, juga Harian Suluh di Surabaya, Mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung dan Mingguan Indonesia Pos di Ujung Pandang (Ignatius Haryanto, Indonesia Raya dibredel; 2007).

Nasib naas juga dialami majalah Tempo. Pada edisi 13 Maret 1982 majalah Tempo dibredel karena memuat artikel yang menentang penguasa. Pembredelan dilanjutkan pada Majalah Tempo pada bulan Juni 1994 karena memuat berita tentang pembelian kapal perang bekas Jerman oleh pemerintah yang dinilai mencemarkan nama baik penguasa.

Pemberedelan pers merupakan bukti pelanggaran hak asasi manusia dalam mengeluarkan kebebasan berekspresi lewat tulisan atau pikiran atau pendapat. Kebebasan pers bagian dari pengakuan hak asasi manusia meliputi bebas untuk mengeluarkan pikiran (Freedom Of Speech), bebas dari penindasan(Freedom From Opression) dan bebas untuk mengejar atau memperoleh kebahagiaan hidup(Freedom To Puisuit Happiness).

Pada hal, secara ekplisit undang-undang telah memberikan jaminan kebebasan untuk berekpresi melalui pers. Pasal 28 UUD 1945 dinyatakan ”kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang ”. Lebih spesifiknya dalam pasal 28 F disebutkan, ”setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia “




DAFTAR PUSTAKA

Ø  Oktober 13, 2007 HARIAN Jurnal Nasional yang terbit di Jakarta,
Ø  Hari Pers Nasional 9 Februari 2010